BANDA ACEH – Merayakan Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret 2025, Flower Aceh menyelenggarakan rangkaian aksi dengan mengangkat tema Accelerate Action For ALL Women: Rights, Equality, Empowerment yang menegaskan komitmen global terhadap hak, kesetaraan, dan pemberdayaan perempuan termasuk anak perempuan.
Direktur Flower Aceh, Riswati, S.Pd.I., M.Si , menekankan bahwa perjuangan kesetaraan gender harus dilakukan oleh semua pihak, baik masyarakat, pemerintah, tokoh agama dan adat, Perguruan tinggi dan masyarakat luas.
“Flower Aceh bekerja untuk percepatan pemenuhan hak asasi dan perlindungan perempuan, anak dan kelompok marjinal di Aceh. Memperkuat kerja kolaborasi dan sinergis dengan berbagai pihak eksternal, termasuk tokoh agama dan komunitas adat sangat penting dalam memperkuat mekanisme pencegahan serta penanganan kekerasan berbasis gender,” ujarnya.
Tantangan Perempuan dalam Memperjuangkan Kesetaraan
Menurut Riswati, tantangan utama yang dihadapi perempuan saat ini masih berkaitan dengan doninasi budaya patriarkhi yang berdampak pada pembedaan peran gender perempuan dan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan.
“Pandangan bias genser yang abai terhadap kapasitas dan potensi perempuan menghambat akses, partisipasi, kontrol, serta manfaat yang setara bagi perempuan dalam pembangunan,” katanya.
Flower Aceh terus berupaya melakukan pengorganisasian kelompok perempuan akar rumput di desa untuk perkuat kesadaran kritis mengenai hak asasi dan perlindungan perempuan, kepemimpinan, dan penguatan ekonomi. Organisasi ini juga aktif dalam edukasi di bidang kesehatan, ekonomi, dan politik serta membangun dukungan dari pemerintah, media, perguruan tinggi dan pihak-pihak strategis lainnya.
Langkah Konkret untuk Percepatan Kesetaraan Gender
Dalam peringatan Hari Perempuan Internasional, Riswati menekankan pentingnya akselerasi keterlibatan perempuan dalam pembangunan. “Kita harus membuka ruang seluas-luasnya bagi partisipasi bermakna perempuan, baik di dalam keluarga, komunitas, dunia pendidikan, maupun dalam kebijakan publik. Kesadaran kritis harus dibangun sejak dini, termasuk dalam sistem pendidikan yang lebih inklusif,” jelasnya.
Pemerintah di berbagai tingkat, termasuk di akar rumput, diharapkan memberikan komitmen serius melalui kebijakan, anggaran dan program yang berpihak pada perempuan dan kelompok marjinal. Selain itu, tokoh agama juga memiliki peran strategis dalam menyuarakan perlindungan hak perempuan melalui peran dan fungsi penting nya di komunitas, misalnya melalui ceramah dan kebijakan di komunitas. Media juga diharapkan terus aktif dalam advokasi dan edukasi publik terkait kesetaraan gender.
Menjamin Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan
Flower Aceh juga menyoroti pentingnya memastikan tidak ada kelompok yang tertinggal dalam proses pembangunan. “Perempuan, disabilitas, lansia, kelompok muda dan anak, adat dan kelompok rentan lainnya harus menjadi subjek pembangunan, dilibatkan secara bermakna mulai dalam perencanaan, pelaksana dan evaluasi pembangunan agar perencanaan dan kebijakan yang dibuat benar-benar inklusif” ujar Riswati.
Ia menambahkan bahwa prinsip ini sejalan dengan
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/ SDGs 5 tentang kesetaraan gender yang menargetkan pencapaian kesetaraan gender pada tahun 2030.
“Momentum ini harus kita optimalkankan untuk memperkuat upaya kolektif dalam mewujudkan kesetaraan dan pemenuhan hak bagi seluruh perempuan termasuk anak dan masyarakat marjinal,” pungkasnya.
Gebrina Rezeky, Kepala Sekolah HAM Perempuan sekaligus Koordinator aksi kampanye IWD 2025 Flower Aceh menjelaskan tema IWD Tahun ini, percepatan Aksi, salah satu seruan global untuk percepatan aksi adalah sumber daya. Kelompok Muda merupakan salah satu sumber daya potensial untuk mencapai kesetaraan Gender yang Nyata.
"Sebagai penerus, kelompok muda harus terus didukung dan dibantu dalam merebut ruang publik untuk berpartisipasi. Kesetaraan bukan untuk ditunggu, tapi untuk diperjuangkan! Saatnya anak muda mempercepat aksi dan membuat perubahan nyata", tegasnya.
KALI DIBACA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar