
Aceh Tamiang- Peran media dalam mengungkap fakta dan menjalankan fungsi kontrol sosial tidak jarang mendapat tantangan, termasuk intimidasi dari pihak-pihak yang merasa terusik. Hal ini diduga terjadi di salah satu kampung dalam wilayah Kecamatan Bendahara, Kabupaten Aceh Tamiang, setelah sebuah pertanyaan mengenai plang kegiatan dan prasasti anggaran yang diduga membangun parit beton memakai Anggaran Dana Desa tahun 2025 menjadi sorotan publik.
Arogansi tersebut dialami oleh salah seorang wartawan yang bertugas di Aceh Tamiang setelah mencoba mengkonfirmasi pada Minggu (23/11/2025). Tak lama setelah terhubung telpon, wartawan tersebut disambut bernada ancaman dari seseorang berinisial D.i., yang mengaku menjabat sebagai Datok Penghulu(Kades) di kampung setempat.
Dalam Telpon WhatsApp yang diterima, oknum tersebut menyampaikan kalimat bernada emosional dan intimidatif, seperti:
“Sembilan tahun aku jadi datok belum ada orang nanyak siapa orang nya kau ni gak usah banyak cakap dulu jumpa dulu kita, gak usah tanya-tanya begitu dulu, aku kepala aku belum pas lagi ni jumpa kita dimana ini, aku mau tau kau ini siapa sebenarnya, ha dimana kita jumpa jangan macam-macam mau beritakan parit ini pula aku mau tau dimana orangnya siapa kau, dimana kita jumpa, aku mau tau siapa kau dan kau orang mana, mau orang bukit tempurung terserah dimana jumpa, dimana sor kau mau jumpa biyar aku kesitu, kalau kau sanggup ngajar aku boleh kalau gak sanggup jangan, karena aku sudah sembilan tahun jadi datok belum pernah orang,belum ada orang macam kau,aku mau lihat kau dimana, siapa kau jendral kah kau atau kepala inspektorat kau , kalau kepala inspektorat boleh kau macam-macam sama aku,besok bisa ku libas dimana jumpa jangan kau macam-macam kau sama aku, bukan urusan kau nanya parit lah kalau uang negara pun untuk apa urusan kau, kalau ada temuan inspektorat besok pun aku yang balikan gitu, jangan kau mau macam-macam kalau datok lain yang kau tanya boleh kalau aku jangan, masalah parit itu kalau besok ada masalah itu urusan aku bukan urusan kau dengan bernada membentak memakai bahasa Melayu Tamiang.”
Pernyataan tersebut dinilai tidak hanya mencerminkan sikap arogan, tetapi juga dapat dianggap sebagai upaya menghalangi kerja jurnalistik yang sah. Terlebih, meski mengancam akan mendatangi wartawan,namun oknum tersebut ketika di cerca pertanyaan lebih lanjut besaran anggaran parit beton yang di duga memakai anggaran ADD Bungkam lebih memilih mematikan telpon WhatsApp nya.
Tindakan seperti ini dapat dikategorikan sebagai bentuk intimidasi terhadap jurnalis, yang berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 18 ayat (1), yang menyatakan:
“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Pejabat publik di tingkat kampung sudah sepatutnya memahami bahwa media menjalankan peran penting dalam pembangunan dan penyampaian informasi kepada masyarakat. Jika terdapat ketidakpuasan terhadap isi pemberitaan, saluran yang sah dan mekanisme hak jawab selalu terbuka lebar, bukan dengan ancaman atau tekanan.*
KALI DIBACA




.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar