ACEH – Alat bantu penangkapan ikan seperti Pukat Harimau (Trawl) penggunaannya dilarang dan dinilai merusak ekosistem laut.
Undang-Undang tersebut yang menjadi landasan bagi penegak hukum untuk menertibkan oknum-oknum yang masih menggunakan pukat harimau (trawl) dalam proses penangkapan ikan ataupun biota laut lainnya.
Pukat harimau, atau trawl dalam bahasa Inggris, adalah alat tangkap ikan berupa jaring kantong yang ditarik di dalam air untuk menangkap ikan. Penggunaannya dilarang di banyak tempat karena dampaknya yang merusak lingkungan, termasuk merusak terumbu karang dan ekosistem dasar laut, serta mengancam keberlanjutan sumber daya ikan.
Penjelasan Lebih Lanjut:
Bentuk dan Cara Kerja:
Pukat harimau berbentuk kantong besar yang ditarik oleh kapal, biasanya di dasar laut, untuk menangkap ikan yang berada di jalurnya.
Dampak Negatif:
Merusak Terumbu Karang: Jaring pukat harimau yang diseret di dasar laut dapat menghancurkan terumbu karang, habitat penting bagi banyak jenis ikan dan organisme laut lainnya.
Merusak Ekosistem Dasar Laut: Selain terumbu karang, pukat harimau juga dapat merusak habitat dasar laut lainnya, seperti padang lamun dan substrat dasar laut yang menjadi tempat hidup berbagai biota laut.
Menangkap Ikan Tidak Ditargetkan: Pukat harimau seringkali menangkap ikan-ikan kecil yang belum matang, serta biota laut lain yang tidak menjadi target penangkapan, sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem.
Ancaman bagi Nelayan Tradisional: Penggunaan pukat harimau dapat mengganggu mata pencaharian nelayan tradisional yang menggunakan alat tangkap yang lebih ramah lingkungan.
Larangan Penggunaan:
Karena dampak negatifnya, penggunaan pukat harimau seringkali dilarang oleh pemerintah dan otoritas perikanan di berbagai negara.
Alternatif Ramah Lingkungan:
Ada upaya untuk mengembangkan alat tangkap yang lebih ramah lingkungan sebagai alternatif pukat harimau, seperti alat tangkap yang tidak merusak dasar laut dan tidak menangkap ikan dalam jumlah yang berlebihan.
Kesimpulan:
Pukat harimau adalah alat tangkap ikan yang sangat efektif tetapi juga sangat merusak lingkungan. Penggunaannya dilarang di banyak tempat karena dampaknya yang negatif terhadap ekosistem laut dan keberlanjutan sumber daya ikan. Oleh karena itu, penting untuk mencari dan menggunakan alat tangkap yang lebih ramah lingkungan untuk menjaga kelestarian laut dan perikanan.
Peraturan Penggunaan Pukat Harimau:
Penggunaan pukat harimau sudah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Pasal 9 Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan menyebutkan bahwa:
Setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
Ketentuan mengenai alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Sedangkan, Undang-Undang Republik Indonesia Pasal 85 Nomor 45 Tahun 2009 menyebutkan bahwa:
Setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Undang-Undang tersebut yang menjadi landasan bagi penegak hukum untuk menertibkan oknum-oknum yang masih menggunakan pukat harimau (trawl) dalam proses penangkapan ikan ataupun biota laut lainnya.
KALI DIBACA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar