Tenggulun – Sengketa tanah di Kabel Gajah, Dusun Adil Makmur II, Kecamatan Tenggulun, terus menjadi perhatian masyarakat. Musyawarah desa yang digelar di Kantor Datok Penghulu Tenggulun pada 7 Januari 2023 menghasilkan kesepakatan bahwa tanah yang dipermasalahkan akan dijual, dan hasilnya dibagi dua secara adil antara pihak yang bersengketa.Sabtu,22/03/2025
Namun, hingga saat ini, Alfian—seorang petani miskin yang telah menggarap tanah tersebut selama 22 tahun—belum menerima bagian yang menjadi haknya. Ia bersama keluarganya sangat mengharapkan keadilan dan penyelesaian sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat.
Kronologi Sengketa Tanah Menurut Keterangan Istri Alfian
Ibu Bariah, istri dari Alfian, menceritakan bahwa sengketa ini bermula pada tahun 2023, meskipun sebelumnya tanah tersebut telah dikelola tanpa masalah selama 22 tahun. Alfian membeli tanah seluas 4 hektar dari Rahmat pada tahun 2001 dengan bukti surat segel. Setelah membeli tanah tersebut, ia langsung menggarapnya tanpa ada sengketa atau klaim dari pihak lain.
Namun, setelah puluhan tahun menggarap lahan tersebut, pada tahun 2023 muncul seorang mantan Camat Tenggulun bernama yang mengklaim kepemilikan tanah tersebut. Rafe'I, SE mendasarkan klaimnya pada surat poradik dari desa, meskipun Alfian memiliki bukti pembelian sejak 2001.
Perangkat desa kemudian menggelar musyawarah untuk menyelesaikan sengketa ini. Musyawarah tersebut dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk unsur Musyawarah Desa (MDSK), Bhabinkamtibmas, dan Babinsa. Dalam keputusan musyawarah yang dipimpin langsung oleh Datok Bidun, tanah tersebut akan dijual kepada pengusaha Jumadi CS dengan harga Rp 70 juta, dan hasil penjualan dibagi dua secara adil antara Alfian dan Rafe'I, SE.,.
Namun, meskipun transaksi jual beli telah terjadi melalui Indra Sakti, orang kepercayaan Jumadi CS, Refai tidak mengindahkan hasil musyawarah tersebut. Hingga berita ini ditayangkan, Alfian belum menerima bagian dari hasil penjualan tanah yang telah disepakati, sementara Rafe'I, SE., tetap bersikeras bahwa tanah itu miliknya. Padahal, dalam berita acara musyawarah desa, ia telah menyepakati akan membagi hasil penjualan tersebut.
Dugaan Penyalahgunaan Wewenang
Diketahui bahwa pada saat mengklaim tanah tersebut pada tahun 2011, Refai masih menjabat sebagai Camat Tenggulun. Dalam kapasitasnya sebagai camat, ia memiliki wewenang dalam administrasi pertanahan, termasuk sebagai pejabat pembuat akta tanah. Hal ini memunculkan dugaan di kalangan masyarakat bahwa pengaruh jabatannya saat itu berperan dalam pengesahan klaim kepemilikannya.
Namun, klaim Rafe'I, SE., hanya didukung oleh surat yang diterbitkan perangkat desa saat itu, tanpa bukti lain yang lebih kuat. Sementara itu, Alfian memiliki bukti pembelian tanah sejak 2001, yang menurutnya menjadi dasar utama dalam kepemilikan tanah tersebut.
Harapan Keadilan untuk Alfian
Saat ditemui awak media, Alfian yang akrab disapa Wak Kribo tidak dapat menyembunyikan emosinya terkait sengketa tanah ini. Ia merasa telah ditipu mentah-mentah, mengingat dirinya telah hadir dalam musyawarah sebagai pihak yang bersengketa dan menerima keputusan untuk berbagi hasil secara adil. Namun, hingga kini, ia tidak mendapatkan apa yang telah disepakati.
Dengan kondisi ekonomi yang sulit, Alfian dan keluarganya sangat berharap ada penyelesaian yang adil atas kasus ini. Ia menginginkan agar semua pihak menjalankan hasil musyawarah desa sebagaimana mestinya, sehingga ia dapat menerima haknya dan melanjutkan kehidupannya sebagai petani.
Namun sangat di sayangkan pihak terkait ketika di jumpai terkesan menghindar dan tidak mau menjumpai lima Media Online yang berkunjung kekantornya terkait klarifikasi tentang dugaan penjualan lahan masyarakat di desa tenggulun ,diharapkan dapat memberikan klarifikasi dan langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan ini, agar tidak ada lagi petani kecil yang menjadi korban dalam sengketa tanah yang merugikan mereka.**
KALI DIBACA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar