"Saya sebenarnya kurang etis berbicara di ruang publik, tapi menanggapi statemen yang dikeluarkan pimpinan saya (Kaban BKPSDM Aceh Tamiang Muhammad Mahyaruddin, S.Si). Kalimat yang dilontarkannya seperti merefleksikan sebuah keresahan, dan ketakutan dalam mengambil sebuah keputusan juga kebijakan sebagai seorang Pemimpin," terang Adlin, Minggu 09 Februari 2025.
Adlin menilai, seharusnya seorang pemimpin memahami persoalan dan mampu menyikapi dinamika yang ada dengan bijak.
“Setiap organisasi pasti ada dinamika. Tinggal bagaimana menyelesaikannya dengan baik dan santun. Apalagi ini awalnya hanya masalah internal,” ujarnya.
Lebih lanjut, Adlin menjelaskan bahwa penggunaan tenaga teknis di BKPSDM bermula sejak tahun 2020, ketika Pemda Aceh Tamiang bekerja sama dengan Pemkab Serdang Bedagai untuk replikasi aplikasi kinerja.
“Saat itu, tenaga teknis yang digunakan berasal dari luar daerah, sesuai dengan rekomendasi Pemkab Sergai untuk mempercepat penggunaan aplikasi sebagai instrumen pembayaran TPP,” jelasnya.
Kemudian, pada tahun 2021, Pemkab Aceh Tamiang mengganti salah satu tenaga teknis dari luar dengan tenaga teknis lokal untuk memastikan sistem berjalan 7×24 jam dan mendukung transfer knowledge.
“Saudari Richa Yusima Mauliza, S.Kom pernah menjadi tenaga bakti di Dinas Kominfo dari tahun 2017 sampai 2020. Karena sesuai kriteria dan disiplin ilmunya, tim saat itu menunjuk beliau sebagai tenaga teknis pengganti,” terang Adlin.
Ia juga menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki kewenangan dalam penunjukan tenaga teknis di BKPSDM dan tidak pernah meminta siapa pun untuk dipekerjakan.
“Pada tahun 2020, saya masih staf di Diskominfo. Jadi keliru kalau ada yang bilang saya yang menentukan siapa yang bekerja di BKPSDM. Lagian, saya tidak kenal dan tidak pernah mau cari tahu siapa Muhammad Mahrizal, karena saya pikir itu urusan pimpinan,” tegasnya.
Adlin menekankan bahwa siapa pun berhak untuk bekerja di pemerintahan, termasuk anak atau kerabat pejabat, selama memenuhi kriteria dan kompetensi yang dibutuhkan.
“Anak kandung pejabat sekalipun, sepanjang memenuhi kriteria dan menjalankan tanggung jawab sesuai hak dan kewajibannya, tidak boleh didiskriminasi bila memang dianggap mampu bekerja membantu pemda,” jelasnya.
Bahkan, kata Adlin, seorang bupati sah-sah saja menunjuk keponakan atau keluarganya sebagai pejabat, seperti sekda atau kepala dinas, selama sesuai dengan aturan dan mekanisme yang berlaku.
Lebih lanjut, Adlin mengingatkan agar semua pihak berhati-hati dalam menyampaikan informasi di ruang publik agar tidak menimbulkan kesalahpahaman atau fitnah.
“Sebagai negara hukum, kita harus berhati-hati menyampaikan informasi, karena bisa terjerat hukum apabila yang disampaikan berisi kebohongan dan hoaks,” ujarnya.
Ia juga mengaku sudah terbiasa menjadi bahan gosip terkait berbagai tuduhan, mulai dari mengganggu sistem SIKEPO, merusak dan mematikan server, hingga disebut merajuk karena tidak diberikan jabatan.
“Saya sudah kebas digosipi macam-macam. Tapi saya berharap ada penyelesaian konkret dari pihak terkait, agar berbagai macam gosip dan fitnah yang beredar tidak terus-menerus menjadi bahan pembicaraan,” pungkasnya.
Konflik kepemimpinan antara kepala dinas dan bawahannya dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti ketidakcocokan gaya kepemimpinan, kepentingan politik, dan nepotisme. Konflik ini dapat bersifat terbuka atau tersembunyi.
Konflik kepemimpinan dapat menjadi destruktif atau positif. Konflik destruktif dapat membuat organisasi kacau dan tidak kooperatif, sedangkan konflik positif dapat mendorong inovasi dan kreativitas.
Untuk mengelola konflik kepemimpinan, kepala dinas dapat:
- Menciptakan iklim kerja yang kondusif
- Memberikan apresiasi kepada pegawai
- Berusaha adil dan tidak menganakemaskan pegawai tertentu
- Menanamkan rasa percaya diri pada pegawai
- Meningkatkan proses monitoring pekerjaan pegawai
- Mencari solusi terbaik untuk kendala atau hambatan yang muncul.
KALI DIBACA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar