
Baru hitungan bulan selesai dikerjakan, bangunan rabat beton itu sudah tampak retak, mengelupas, dan tampak rapuh.
Padahal, proyek tersebut menelan anggaran puluhan juta rupiah dengan volume panjang 85, meter dan lebar 3 x 3,5 meter dengan total besaran anggaran Rp 73 juta.
Pertanyaan pun muncul di tengah Sorotan Publik:
Apakah dana desa benar-benar digunakan sesuai perencanaan, atau justru dikorupsi di balik meja?
Beton Rapuh, Anggaran Mulus
Tim media Aceh.wartaglobal.id yang turun langsung ke lokasi menemukan fakta mencengangkan.
Permukaan beton terlihat mudah hancur, adanya keretakan di sejumlah titik diduga campuran material tidak sesuai komposisi teknis.
Padahal, aturan Peraturan Menteri PUPR Nomor 28/PRT/M/2016 secara tegas mengatur standar mutu konstruksi bangunan desa.

Jejak Penyimpangan di Balik Papan Proyek Pekerjaan itu pun harum dan kental dengan tidak adanya prasasti di kerjaan proyek pembangunan jalan.
Namun hingga berita ini diterbitkan, yang bersangkutan belum memberikan klarifikasi lebih lanjut.
Upaya konfirmasi tim media, baik melalui pesan WhatsApp tidak memberikan jawaban dan tidak mendapat jawaban.
Beberapa aparatur desa pun memilih bungkam, seolah menutupi sesuatu.
Sikap tertutup ini justru menimbulkan kecurigaan publik.
Pasalnya, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dengan jelas mewajibkan kepala desa mengelola keuangan secara jujur, transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab.
Potensi Korupsi Dana Desa
Apabila terbukti terjadi penyalahgunaan, tindakan itu jelas melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyebut: Setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan karena jabatan yang dapat merugikan keuangan negara, dipidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Selain itu, proyek ini juga diduga melanggar prinsip akuntabilitas dan efisiensi anggaran sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Lemahnya Pengawasan, Kuatnya Dugaan
Banyak pihak menilai lemahnya pengawasan dari pendamping desa, camat, hingga inspektorat daerah menjadi celah bagi oknum aparat kabupaten Tamiang bermain anggaran.
Proyek rabat beton di kampung Perupuk hanyalah satu contoh nyata dari banyak pekerjaan desa yang dikerjakan asal jadi, sementara uang rakyat ludes tanpa manfaat nyata.
“Dugaan lemahnya pengawasan, dana desa jadi bancakan. Bangunan cepat rusak, tapi anggaran lancar masuk kantong,”
Publik Desak Audit Total
Hingga kini, Inspektorat Kabupaten Aceh Tamiang Diminta turun tangan melakukan pemeriksaan fisik maupun administrasi.
Padahal Publik berharap lembaga pengawas segera menggelar audit total demi memastikan apakah dana desa digunakan sesuai RAB atau justru diselewengkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Dana desa adalah uang rakyat, bukan alat untuk memperkaya oknum.
Jika dibiarkan penyimpangan seperti ini hanya akan memperburuk citra pemerintah desa dan memupus kepercayaan publik terhadap program pembangunan.
KALI DIBACA




.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar