Kawasan pemukiman kerajaan zaman dahulu tersebar merata di seluruh kawasan Aceh. Sultan Aceh memiliki banyak anak yang kadang menjadi Ulebalang atau ulama. Para putra Raja umumnya hidup dihormati oleh rakyat selama era kejayaan kesultanan Aceh Darussalam. Kawasan makam di Gampong Lambung Meuraksa ini Sekarang adalah rawa-rawa.
Batu nisan ini telah banyak yang rusak efek tsunami. Tim SILA berangkat menuju kota Banda Aceh dari Banda Aceh melewati Umong Meusara Blang Padang seperti tertulis dalam peta Belanda menuju kawasan Gampong lambung. Setelah melewati Mesjid Syeikh Abdurauf yang ada disebelah kanan. Tim berbelok di belokan menuju sebelah kanan ke arah Gampong Lambung. Kawasan ini penuh Rawa-rawa. Namun ada jalan setapak menuju ke dalam. Didalam terdapat banyak timbunan tanah. Setelah melewati timbunan tanah terlihatlah kawasan pemakaman era kesultanan Aceh Darussalam abad 18 M.
Nisan yang berada di kawasan lambung adalah nisan keluarga Kerajaan. Terlihat jelas motif bungong yang terpahat di nisan motif yang sama dengan motif nisan di Kandang Meuh Baperis kompleks Makam Sultan Mahmud Syah Bin Sultan Johan Syah (1760-1781 M). Sedangkan Nisan wanita mirip dengan komplek nisan di Makam Sultan Alaidin Ibrahim Mansur Syah (1857-1870 M).
Pada Zaman Dahulu Para Putra Raja Umumnya memiliki Kuta Tersendiri atau basis benteng menjaga Istana. Hikayat Pocut Muhammad Mendeskripsikan dengan jelas kawasan Kuta yang dikuasai oleh Anak Sultan Ahmad Syah (1727-1735 M).
Pocut Kleng dikuta Gampong Phang, Pocut Sandang di Kuta bugeh. Para keluarga raja umumnya diberikan kekuasaan oleh Sultan dikawasan bandar Aceh Darussalam.
Kawasan Meuraksa adalah kawasan pertama yang diserang oleh Belanda. Kawasan Meuraksa sejak dulu terkenal dengan kekayaan ladanya dan kemampuan memahat batu nisan era kesultanan Aceh Darussalam. Serangan Belanda pada tahun 1873 M membuat kehancuran besar di Bandar Aceh Darussalam. Pada peta Belanda tahun 1885 M di Gampong lambung terdapat beberapa gambar bulan sabit yang ditandai sebagai pemakaman era kerajaan Aceh Darussalam. Terlihat pada tahun 1894 M kawasan ini sudah menjadi kawasan rawa-rawa. Tampaknya efek perang besar Aceh telah mengubah kawasan pemukiman keluarga raja menjadi kawasan rawa-rawa hijau.
Namun setelah ratusan tahun batu nisan Aceh milik keluarga raja masih berdiri kokoh dengan motif Indah nan menawan. walaupun kawasan ini adalah kawasan terparah yang terkena tsunami Aceh tahun 2004. Namun nisan Aceh masih terus kokoh berdiri memberitakan keagungan dan kejayaan masa lampau kesultanan Aceh dan keagungan kisah para ksatria pemberani dari Utara.
KALI DIBACA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar